"Hari Raya Tritunggal Mahakudus"
HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS
“Hidup sesuai ajaran Kasih”
Ul. 4:32-34,39-40; Rm.8:14-17; Mat. 8:16-20
Ketika renungan ini sedang disiapkan, baru saja gerhana bulan usai. Gerhana bulan total, demikian para ahli menamainya. Disebut juga sebagai Bulan merah super, seolah bulan sedang berdarah. Mengamati suasana sesudah gerhana, melihat cahaya bulan begitu terang, maka teringatlah apa-yang-tertulis saat penciptaan Alam semesta: “Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang.” (Kej. 1:16). Itulah penciptaan pada hari keempat. Sungguh agung, ciptaan-Nya! [Memang, tidak disebutkan nama kedua penerang itu, seperti nama yang kita kenal saat sekarang].
Pada Hari Raya Tritunggal Maha kudus ini, kita diberikan bacaan dari Injil Suci menurut Santo Matius. Perikop ini, yang merupakan bagian akhir, sering dinamai sebagai “Amanat Agung”. Yaitu, ketika “kesebelas” murid berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka(ay.16), melalui Maria Magdalena dan Maria yang lain (bdk. ay.10), untuk menerima ‘mandat’ dari Sang Guru. Kata ‘kesebelas’ adalah sebagai pengingat bahwa satu dari dua belas sudah tidak ada lagi. Namun, kata ‘murid-murid’ mencakup juga kelompok yang lebih besar daripada duabelas.
Ketika melihat Yesus mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Setelah Yesus mendekat dan berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi…”, para murid mendapatkan ‘mandat’ untuk pergi dan menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya. Juga, mereka diminta untuk membaptis dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan mengajarkan melakukan segala sesuatu yang telah diperintahkan Yesus. Dan, Yesus menjanjikan, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir jaman.” Dengan begitu, Amanat Agung berupa: menjadikan murid, membaptis dan mengajar. Bacaan pertama mengisahkan bagian dari nasehat Musa kepada bangsanya, yang akan memasuki tanah yang dijanjikan. Sementara, permohonan Musa untuk menyeberang sungai Yordan, masuk ke tanah perjanjian, ditolak Allah. Pada perikop ini, Musa mengajak umat Israel, yang telah dibebaskan Allah dari ‘dapur peleburan besi’, dari Mesir (bdk. Ul.4:20), untuk tetap taat kepada Allah. Diingatkan, bahwa jika mereka berpegang pada ketetapan dan perintah-Nya, maka akan baiklah keadaan mereka di tanah yang akan diberikan. Namun, bisa juga terjadi sebaliknya.
Makna apa yang dapat kita ‘petik’ dari Injil Suci dan Bacaaan untuk Hari Raya ini? Apa yang dapat kita lakukan, agar kita sungguh menjadi pengikut Yesus yang katolik? Semoga, kita tetap taat, sesuai dengan ‘Syahadat’ yang diulangi setiap ikut merayakan Ekartisti. Ekaristi sebagai puncak iman kita. Namun, seperti kisah dalam Injil suci menurut Matius, disebutkan “tetapi beberapa orang ragu-ragu”, kita pun mengalami ‘jatuh-bangun’ dalam memperjuangkan iman kita. Khususnya ketika kita sedang mengalami situasi yang jauh dari baik dalam kehidupan. Karena itu, sejauh kita tetap berusaha untuk ‘bangkit’ dengan berharap pada kekuatan-Nya, semoga kita tetap dapat setia, seperti yang disampaikan Musa kepada umat perjanjian, dalam Bacaan pertama.
Dari ‘Amanat Agung’, membaptis pastilah ditujukan kepada mereka yang dipilih dan diberi wewenang untuk itu. Jika begitu, bagaimana agar kita ikut serta dalam ‘menjadikan murid’ dan ‘mengajar’ seperti yang disabdakan-Nya? Bila kita, dalam keseharian, hidup sesuai dengan ajaran “Kasih”, maka sejatinya kita sudah terlibat dalam kedua hal tersebut. Ajaran “Kasih” yang lebih memilih untuk melayani daripada dilayani. Dan, akhirnya, kita pun akan menjadi ‘ahli waris’, artinya, orang-orang yang berhak menerima janji Allah, jika hidup kita dipimpin oleh Roh, seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma (Bacaan kedua).
Komentar (0)