“Mematikan Manusia Lama Demi Kehidupan Kekal”

“Mematikan Manusia Lama Demi Kehidupan Kekal”

“Mematikan Manusia Lama Demi Kehidupan Kekal”

Minggu Prapaskah V, 17 Maret 2024

(Yer. 31 : 31-34 ; Ibr. 5 : 7-9 ; Yoh. 12 : 20-23)

Saat membaca Bacaan Injil Minggu ini dari Injil Yohanes, kita akan melihat betapa Yesus berbicara sangat keras kepada siapapun yang ingin menjadi pengikut-Nya, “Siapa yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa yang membenci nyawanya didunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”. Apakah kita akan siap membenci nyawa kita demi keselamatan kekal kita ? Apakah kita siap mati demi iman kita ? Sebagian dari kita mungkin akan dengan spontan menjawab, Siap !!!. Sebagian akan merenung memikirkan jawaban yang pas; mau bilang siap mati demi iman, koq takut, jangan sekarang donk …., mau bilang tidak siap, koq ya terkesan menyangkal iman. Bingung.

Jangan bingung. Mari kita lihat konteksnya. Situasi politik dan budaya dimana Yesus dan murid-murid-Nya hidup tentu berbeda dengan kita yang hidup dijaman sekarang ini. Yesus dan murid-murid-Nya hidup ditengah masyarakat Yahudi yang sangat religius, militan bahkan ortodoks didalam menjalani kehidupan beragamanya. Selain berhadapan dengan masyarakat Yahudi yang militan dan ortodoks, Yesus juga berhadapan dengan (sebagian) masyarakat Yahudi dan internasional (bangsa-bangsa lain) dengan pola pikir yang dipengaruhi oleh budaya Yunani (helenisme) yang sangat rasional. Namun, ancaman terbesar yang dihadapi oleh Yesus dan juga para pengikut-Nya justru datang dari para Pemimpin agama Yahudi yang melihat apa yang dilakukan oleh Yesus tidak sesuai dengan ajaran dan budaya Yahudi. Hal terakhir inilah yang akhirnya membawa Yesus tergantung di Kayu Salib. Yesus harus memberikan Nyawa-Nya.

Umat  Tuhan yang terkasih, mari sekarang kita lihat situasi jaman dimana kita hidup saat ini. MIsalnya, hal apa yang membuat kehidupan rohani kita saat ini berjalan ditempat ? Apakah kita sempat berfikir bahwa iman sudah tidak relevan dijaman modern saat ini ? Apakah dunia digital dengan media sosialnya telah membuat relasi kita dengan sesama menjadi berjarak ? Apakah hedonisme telah melumpuhkan kepekaan dan kepedulian kita kepada sesama yang berkekurangan ? Apakah kesibukan kita telah membuat kita tidak punya waktu untuk pergi ke gereja dan terlibat di dalam berbagai kegiatan pelayanan ? Apakah kegiatan berdoa sudah dianggap sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu kita ? Hal duniawi apa yang telah membuat kita begitu kecanduan sehingga kita lupa akan kemanusiaan kita ?

Hal-hal diatas tidak ada yang secara langsung mengancam nyawa kita. Namun, jika kita tetap  membangun jarak dan terus menjauh dari Tuhan dan tidak peduli kepada hal-hal yang membuat hidup rohani kita menjadi lebih baik, kematian kekal taruhannya. Nyawa kita saat ini mungkin tidak terancam, namun keselamatan kekal kita menjadi taruhannya. Harus terus menjadi kesadaran kita bahwa proses kematian kekal dimulai saat kita mulai lalai mempersiapkan kehidupan kekal kita. Tanpa kita sadari bahwa kelekatan kita pada hal-hal duniawi bisa membuat relasi kita dengan Tuhan menjadi hambar, dan pada akhirnya kita tidak lagi merasa membutuhkan Tuhan di dalam hidup kita.

Apakah kita siap untuk mengambil langkah-langkah untuk keselamatan kekal kita atau tetap pada kondisi saat ini dengan berbagai alasan-alasan pribadi ? Hanya kita masing-masing yang dapat menjawabnya. Ada baiknya kita membaca beberapa kutipan dari 2 Orang Kudus dibawah ini :

“My whole life is a battle between me and me. Between me as I am and me as God wants me to be”, (St. Nikolai Velimirovic).

“I have a single burning desire: to change the world by changing a single person - myself”, (St. Sophrony)

Umat Tuhan yang terkasih, sebentar lagi kita akan memasuki Pekan Suci, kita akan menghadirkan kembali kisah sengsara dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Akankah kemenangan Kristus atas maut akan berdampak bagi keselamatan kekal kita ? Hal ini sepenuhnya bergantung pada diri kita masing-masing. Siapkah kita melepaskan segala sesuatu yang menghambat relasi kita dengan Tuhan ? Siapkah kita melepaskan segala kelekatan dunia demi cinta kita kepada Kristus ? Siapkah kita untuk kembali membentuk diri kita sebagai Citra Allah ? Sekali lagi, hanya kita yang bisa menjawabnya.

Selamat hari minggu, selamat bertemu Tuhan di dalam Ekaristi. Tuhan memberkati.