“Menghidupi Ajaran-Nya”

“Menghidupi Ajaran-Nya”

HARI MINGGU BIASA XXVII

“Menghidupi Ajaran-Nya”

Kej. 2:18-24; Ibr. 2:9-11; Mrk.10:2-16

Sangat bisa jadi, sabda Yesus dalam perikop untuk Minggu Biasa ini, dikenal dan bisa jadi dihayati, oleh setiap pasangan,suami-isteri. Yaitu, “…sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mrk. 10:7-9). Dikenal,karena nas itu dibacakan atau dinyatakan pada saat acara sakramen perkawinan. Dihayati, oleh pasangan suami-isteri katolik sejati!

Dalam renungan ini, ketiga ayat tersebut dengan sengaja dikutip lengkap, untuk menghindari pemahaman yang dipelintir, seperti yang dilakukan orang-orang Farisi. Mereka bersikukuh dengan pemahaman yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Yaitu,bahwa Musa memberi izin untuk menceraikan, dengan membuat surat cerai. Untuk jawaban mereka, Yesus memberikan kecaman keras, “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.” Bagaimana kita memahami kecaman itu? Dari pengajaran-Nya, “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,” (ay.6; bdk. Kej. 1:27). Jadi, pasangan manusia, termasuk ciptaan di awal karya Allah. Dan nyatanya, diberkati dengan harkat yang tinggi: diberi wewenang untuk memberi nama segala makhluk lainnya. Dalam tardisi Yahudi, memberi nama berarti menguasai. Manusia (Adam) itu diberi penolong yang sepadan dengan dia. Sepadan, artinya tidak lebih tinggi dan tidak lebih rendah daripada sang manusia, yang dilambangkan dengan mengambil bagian tengah tubuh Adam. Dan, Allah membangun seorang perempuan dari salah satu rusuk manusia itu. Sehingga, ketika ia sadar, manusia itu berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku (bdk. Bacaan pertama). Dan, mereka berdua diberkati Allah (Kej.1:28). Satu fakta lagi dari kisah terciptanya penolong sepadan: manusia itu tidak tahu bagaimana (prosesnya). hadirnya sang penolong! Itu sungguh! karya Allah yang selayaknya membuat kita menundukkan kepala!

Dalam kehidupan masa kini, dimana banyak terjadi perceraian, termasuk di kalangan katolik, inspirasi apa yang dapat kita petik dari Injil Suci dan Bacaan lainnya untuk Minggu ini? Mari kita coba runut dari yang tertulis di perikop minggu ini.

Pertama , dalam perjalanan Sang Mesias yang sudah mendekati tempat di mana Dia akan didera, disalibkan dan bangkit pada hari ketiga: Yerusalem! di tengah jalan, masih saja yang yang ingin mencobai. Apa maknanya dalam kehidupan? Betapa pun baiknya niat dan pelayanan kita, ada saja yang akan sinis atau nyinyir, seperti yang

sedang terjadi di Negeri kita. Yesus mengajarkan: ikuti firman Allah, sabda-Nya yang meneguhkan. Tidak mudah memang. Tetapi yang bertahan, akan menuai kebaikan.

Kedua , ketika badai menerpa kehidupan bersama, Yesus memberi wanti-wanti bahwa sepasang manusia telah menjadi satu, mulai saat mengucapkan janji perkawinan. Ada kata keras! Ditulis di situ (ayt.11-12). Hendaknya, kita bisa membedakan mana yang hukum atau peraturan, mana yang menjadi iman. Hindarilah untuk bertegar hati!

Ketiga , kita diajarkan untuk menjadi seperti seorang anak kecil. Anak kecil, yang lemah dan sangat membutuhkan perlindungan dari orang lain, merupakan simbol untuk senantiasa berserah kepada kehendak-Nya (seperti dalam doa Bapa kami: …jadilah kehendak-Mu).

Untuk mengakhiri renungan kali ini, semoga kita diteguhkan dan senantiasa ikut bermadah, “Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!” (Mzm. 128:1).