“Menjadi Pemimpin menurut Yesus”

“Menjadi Pemimpin menurut Yesus”

Hari Minggu Biasa XXV

“Menjadi Pemimpin menurut Yesus”

(Keb. 2:12,17-20; Yak. 3:16-4:3; Mrk.9:30-37)      

                                        

Pada renungan dua minggu lalu, kita sudah mencoba memahami apa tujuan penulisan Injil, oleh St. Markus. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa seluruh isi Injil Suci oleh St. Markus membicarakan tentang Yesus: kisah kehidupan dan karya-Nya.

Untuk Minggu ini, kita disuguhkan cerita tentang Yesus yang memberitahukan kepada para murid ‘apa yang akan terjadi’ dalam pengutusan-Nya. Ini untuk kedua kalinya. Dan itu disampaikan kepada para murid dalam perjalanan ke Yerusalem. Kali ini melewati Galilea, secara rahasia. Karena apa? Karena Yesus sedang memberikan pengajaran. Apa reaksi para murid? Mereka tidak mengerti maksud perkataan Yesus, namun eggan bertanya. Dan kenyataannya, mereka asyik membicarakan hal lain. Hal itu ditanyakan Sang Guru kepada mereka, setelah tiba di Kapernaum, di rumah yang menjadi pusat pelayanan-Nya. Ditanya Yesus, mereka diam. Maka Yesus memanggil kedua belas murid. Yesus tahu apa yang menjadi perbincangan mereka. Yesus berkata kepada mereka, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”(ay.35). Karena para murid sedang membincangkan, siapa yang terbaik di antara mereka. Yesus tidak marah, namun menggunakan situasi ini untuk memberikan pengajaran kepada mereka. Karena saatnya tidak akan lama lagi, dan para murid harus siap mewartakan Kabar Gembira, pada waktunya, tanpa kehadiran(fisik) Sang Guru. Untuk menjelaskan lebih jauh, Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah-tengah mereka, memeluk anak itu dan berkata, “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.”(ay. 37).

+++

Bacaan pertama bicara tentang kebijaksanaan, yang menunjukkan tingginya nilai kebenaran dan, sekaligus beratnya hidup sebagai orang benar. Sering terjadi, orang benar malah dimusuhi. Karena, dia akan menjadi sandungan bagi orang-orang fasik. Untuk itu, mereka berusaha menyingkirkannya. Jika Bacaan ini dihubungkan dengan kisah dalam Injil, maka orang benar itu adalah Yesus. Dan, Yesus sudah dua kali memberi tahu apa yang akan dialami: Anak Manusia akan diserahkan ke tangan manusia, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga (sesudah dibunuh).

+++

Inspirasi apa yang dapat kita petik dari Injil Suci dan Bacaan lainnya untuk Minggu ini? Kali ini, disajikan apa yang menjadi pemikiran seorang Ekseget, Rm. Martin Harun, OFM(“Markus, Injil yang belum selesai”); Sang Romo menulis,

Pertama, menunjukkan kasih secara nyata kepada orang kecil yang berkebutuhan adalah sama dengan mengasihi Yesus sendiri dan Allah yang mengutus-Nya. Dengan begitu, kita memuliakan Allah.

Kedua, kita bisa begitu terharu ketika Yesus memeluk seorang anak kecil: seorang yang lemah, yang hidupnya tergantung sepenuhnya kepada orang lain, simbol orang kecil dan lemah. Dalam hal ini, pengajaran Yesus memberi contoh ‘bagaimana mesti menjadi yang terakhir dan pelayan dari semua, jika ingin menjadi yang terdahulu! Dengan kata lain, Pemimpin adalah melayani semuanya.

Ketiga, disadari benar bahwa manusia lebih suka menjadi orang ‘pembesar’, yang boleh mengatur yang lain, meskipun tidak mengakui hasrat itu, bila ditanya. Inilah pelajaran yang bisa kita tarik dari perbincangan para murid. Jika pun itu terjadi, Pemimpin yang baik akan mendekati para pengikutnya dan menjelaskan inti dari permasalahan yang sedang dihadapi dan dihidupi. Sehingga tujuan bersama didahulukan daripada tujuan pribadi.

Semoga, bisa menjadi salah satu pilihan dalam menangkap makna. Semoga juga, menjadi bagian dari kehidupan, seperti senandung para Pemazmur,

Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku.” (Mzm. 54:4).

Shalom.