Sebuah “Ketakutan Suci”

Sebuah “Ketakutan Suci”

“Amin, amin, Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak makan Daging Anak Manusia dan minum Darah-Nya, kamu tidak mempunyai kehidupan di dalam dirimu. Barangsiapa memakan Daging-Ku dan meminum Darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada hari akhir. Sebab Daging-Ku adalah makanan yang sesungguhnya, dan Darah-Ku adalah minuman yang sesungguhnya.” Yohanes 6:53–55

Pada tataran filosofis, ada gunanya mempertimbangkan berbagai hal yang tampak sebagai “kekuatan yang bersaing”. Kebaikan tampaknya merupakan kebalikan dari kejahatan. Terang kebalikan dari gelap. Panaskan kebalikan dari dingin. Dan kehidupan adalah kebalikan dari kematian. Namun apakah mereka benar-benar bertolak belakang dalam artian sebagai kekuatan yang saling bersaing? Jika dipertimbangkan dengan cermat, jelaslah bahwa kebaikan dan kejahatan, terang dan gelap, panas dan dingin, serta hidup dan mati sebenarnya bukanlah “kekuatan yang bersaing;” sebaliknya, kejahatan hanyalah ketiadaan kebaikan, kegelapan adalah ketiadaan cahaya, dingin adalah ketiadaan panas, dan kematian adalah hilangnya kehidupan. Meskipun perbedaan filosofis ini mungkin tampak tidak menarik bagi sebagian orang, dan membingungkan bagi sebagian orang lainnya, kebenaran ini bermanfaat untuk direnungkan dalam terang Injil hari ini.

Injil hari ini memberitahu kita bahwa kegagalan untuk “memakan Daging Anak Manusia dan meminum Darah-Nya” mengakibatkan kematian. Kematian adalah hilangnya kehidupan, dan Ekaristi adalah sumber kehidupan. Yesus mengatakan bahwa jika Anda tidak makan Daging-Nya dan minum Darah-Nya, “kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.”

Ajaran Yesus yang berani ini hendaknya membuat kita berhenti dan mengkaji pendekatan kita terhadap Ekaristi Mahakudus. Kadang-kadang kita terjebak dalam pemikiran bahwa pergi ke Misa dan menerima Komuni adalah sesuatu yang kita lakukan sebagai “perkenanan” kepada Tuhan kita. Namun sebenarnya, ini adalah anugerah Tuhan yang paling besar bagi kita, karena Ekaristi adalah pintu gerbang menuju kehidupan kekal. Dan tanpanya, kita tidak memiliki kehidupan di dalam diri kita. Roh kita mati karena kehilangan hadirat Tuhan.

Melihat dampak negatif dari tidak menerima Ekaristi Mahakudus bisa sangat berguna. Terkadang kita perlu mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan kita sebagai cara untuk memotivasi kita agar lebih setia. Oleh karena itu, mengingat fakta bahwa kegagalan memakan Daging Anak Tuhan mengakibatkan kematian seharusnya sangat memotivasi. Hal ini seharusnya mengisi kita dengan rasa takut yang kudus akan hilangnya kehadiran Allah yang memberi kehidupan di dalam diri kita. “Ketakutan kudus” ini adalah anugerah sejati dari Allah dan, pada kenyataannya, merupakan salah satu dari Tujuh Karunia Roh Kudus.

Renungkan, hari ini, sikap batin Anda terhadap Ekaristi Mahakudus. Apakah Anda melihat partisipasi Anda dalam Misa Kudus lebih sebagai sebuah bantuan yang Anda berikan kepada Tuhan kita? Atau apakah Anda melihatnya sebagaimana adanya: sumber kehidupan kekal yang memberi kehidupan? Renungkan betapa pentingnya sesungguhnya karunia berharga ini dan berkomitmen kembali pada diri Anda untuk berpartisipasi dengan setia dan taat dalam Karunia maha kudus ini.

Tuhanku yang Ekaristi, Daging dan Darah-Mu sungguh merupakan sumber kehidupan kekal bagi semua orang yang menerima Engkau dalam iman. Aku berterima kasih kepada-Mu, ya Tuhan, atas Karunia Ekaristi Mahakudus yang paling berharga ini, dan aku berdoa agar aku senantiasa dipenuhi dengan rasa lapar dan haus yang mendalam akan Engkau. Yesus, aku percaya pada-Mu.

 

https://catholic-daily-reflections.com/2024/04/18/a-holy-fear-3/